Jumat, 16 Januari 2009

NIAT DAN IKHLAS

Bismillahirrahmanirrahim
Kata-kata niat dan ikhlas, insyaallah tidak asing lagi dalam bahasa keseharian kita. Bahkan barangkali diantara kita sudah berulang kali mencoba mengkaji dua hal yang sangat menentukan berarti atau tidaknya ibadah kita di mata Allah. Jika saya boleh mengaitkan konsep niat dalam Islam berdasarkan ilmu psikologi yang saya pelajari, maka dapat dikaitkan dengan konsep dasar motif dan motivasi,
Motif (motive) adalah keadaan kompleks dalam diri individu yang mengarahkan perilaku pada satu tujuan atau insentif, atau faktor penggerak perilaku, atau konstruk teoritik tentang terjadinya perilaku.
Motif dapat dikelompokkan menjadi primer (dorongan fisiologis, dorongan umum) dan sekunder. Woodwort dan Marquis mengelompokkan motif menjadi tiga, yaitu motif organis, motif darurat, dan motif obyektif. Indikator motif terdiri atas: durasi, frekuensi, persistensi, devosi, ketabahan, aspirasi, kualifikasi prestasi, dan sikap. Upaya untuk meningkatkan motivasi diantaranya menciptakan situasi kompetisi yang sehat, membuat tujuan antara, menginformasikan tujuan dengan jelas, memberikan ganjaran, dan tersedianya kesempatan untuk sukses.
Sepintas sangat terasa kesan ilmu psikologi yang sangat mementingkan pengukuran tingkah laku secara empirik. Sementara dalam sudut pandang Islam menurut Mohd. Alkhori NIAT dan IKHLAS dengan sederhana bisa diukur dengan ILMU FIQIH, Jika seseorang ingin menegakan Shalat, maka shalat beliau itu dimulai dengan NIAT dan diakhiri dengan salam. (hanya tentang niat ada masalah kilafiyah, terserah mana yang mau dipilih dua-duanya adalah benar). Dan selalu niat tersebut diakhiri dengan Lillaahi Ta'ala yang bermakna adalah IKHLAS yang juga ikhlas tersebut dalam artian untuk Allah.
Niat menjadi penentu bagi diterima atau tidaknya suatu amal. Sementara syaitan akan selalu memberi bisikan agar manusia memiliki niat yg salah dalam beramal. Penyimpangan niat, bisa berbentuk riya (berbuat karena orang lain) atau syirik (berbuat utk selain Allah SWT), yang akan menjadikan amal seperti debu, tidak bernilai.
Amal yang sedikit bila diniatkan dengan benar, akan bernilai besar, tapi sebaliknya amal yang banyak bila disertai niat yang salah, tidak bernilai apa-apa.

Hakikat Niat
Al-Khaththaby berkata,”Niat adalah tujuan yang terdetik di dalam hatimu dan menuntut darimu.”
Niat adalah kehendak yang pasti dan hanya ada di dalam hati. Karena niat merupakan amalan hati secara murni, dan bukan amalan lidah, maka sudah menjadi kewajiban kita untuk tetap menjaga niat agar senantiasa berada dalam koridor keikhlasan karena Allah semata.

Tujuan (ghoyah) terdiri dari tiga macam :
Allah
Kepada selain Allah (ghairullah)
Kombinasi keduanya, Allah + ghairullah. Tujuan semacam ini lah yang paling banyak terjadi pada manusia.
Adanya niat tidak terlepas dari adanya itikad (keyakinan yang kuat akan melahirkan sesuatu). Itikad bisa salah atau benar.
a. Itikad yang salah :
Kafir
Berbuat bukan karena, dengan, dan tujuan Allah
Islam tapi setengah-setengah (QS.2:126)
Mengapa terjadi? Karena mereka tidak memiliki tiga hal kepada Allah, yaitu : Cinta (hubbun), takut (khauf), harapan (roja’) kepada Allah (QS.1:5; 98:5; 6:162)
b. Itikad yang benar
Yang perbuatannya, hartanya, serta jiwanya diserahkan karena, dengan cara, dan bertujuan hanya kepada Allah semata (QS.13:110). Allah dijadikan tujuan hidupnya serta meyakini bahwa kesenangan akan pujian dan kebahagian yang berasal dari allah pasti lebih besar dari yang berasal dari dunia (makhluk).
Ikhlas berasal dari kata khalash yang secara lughawi berarti membersihkan. Sedangkan secara istilah artinya membersihkan niat dan motivasi, serta hanya menjadikan Allah sebagai tujuan.
Lawan dari Ikhlas adalah riya’ yaitu beramal karena mencari keridhoan manusia, ingin dipuji, dan bukan karena Allah. Riya’ termasuk salah satu dosa besar yang merusak, dan ancaman terhadapnya sangat besar dan keras dalam Al-Quran dan Hadits (QS.2:264; 4:38; 8:47). Riya’ juga termasuk kedalam sifat orang munafik dan orang kafir (4:142; 107:5-7)

Manfaat Niat Yang Ikhlas Karena Allah
Syarat utama diterimanya amalan di sisi Allah.
· “Sesungguhnya setiap amalan tergantung niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
· Orang kafir mengira amalan mereka bermanfaat baginya (QS.18:103-105)
2. Dijauhkan dari segala godaan syetan (QS.15:39-40)
Diberi ketentraman/ketenangan jiwa, keamanan, dan petunjuk (QS.6:82; 48:18)
· “Barang siapa dunia menjadi tujuannya, maka Allah memecah-mecah urusannya dan menjadikan kemiskinan ada di depan matanya, dan dia tidak mendapatkan dunia kecuali yang telah ditetapkan baginya. Dan barang akhirat merupakan niatnya, maka Allah menghimpun urusannya, menjadikan kecukupan ada di dalam hatinya dan dunia menghampirinya dan dunia itu sesuatu yang hina.”(HR.Ibnu Majah)
Kekuatan rohani
Amal yang berkesinambungan
Orang yang beramal karena sombong, akan menghentikan amalnya bila dia tidak mendapatkan sesuatu yang mengenyangkan nafsunya. Sedangkan orang yang beramal karena Allah, tidak akan memutuskan amalnya. Sebab yang melatarbelakangi amalnya tidak pernah sirna, yaitu Allah. (QS.28:88)
Merubah yang mubah dan tradisi menjadi ibadah
· Orang yang bekerja karena Allah, maka bekerjanya menjadi ibadah. Orang yang belajar dengan niat karena Allah, maka belajarnya menjadi ibadah. (QS.9:120-121)
· “Barangsiapa mempersiapkan seekor kuda fisabilillah karena iman kepada Allah dan membenarkan janji-Nya, maka kekenyangan, minuman, kotoran dan kencingnya berada dalam timbangannya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tetap mendapat pahala amal meskipun belum menyempurnakan amal tersebut, bahkan belum mengamalkannya sekalipun.
Pertolongan dan perlindungan Allah (QS.48:18; 8:70)
Masyarakat aman dari kehajahatan sehingga tercipta stabilitas kehidupan.
Dimasukkan ke dalam jannah. (QS.92:17-21)

Cara untuk Ikhlas
Membersihkan hati → qalbun salim
Mempertinggi pemahaman aqidah
Meningkatkan aqidah
Bergaul dengan orang-orang yang benar dan ikhlas
Bersabar dan hanya mengharap keridhoan Allah
Tanda-tanda Keikhlasan
· Takut akan popularitas
· Mengakui kekurangan diri (QS.22:32)
· Cenderung menyembunyikan amal kebajikan
· Menyamakan tugas seorang jenderal dengan seorang prajurit
· Mengutamakan keridhoan Allah daripada keridhoan manusia
· Cinta dan marah karena Allah. (QS.9:58)
· Sabar terhadap panjangnya jalan (QS.71:5-7)
· Merasa gembira jika kawannya memiliki kelebihan

Maroji
Niat dan Ikhlas, DR. Yusuf Qardhawi
Ikhlas Sumber Kekuatan Islam, DR. Yusuf Qardhawi
Buku Panduan Mentoring Pemula, Tim Lokakarya Pembinaan UI

AKHLAK & ETIKA BEKERJA

Bekerja Sebagai Satu Kewajiban Seorang Hamba Kepada Allah SWT?Allah SWT memerintahkan bekerja kepada setiap hamba-hamba-Nya (QS. Attaubah/ 9 : 105) : Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu'min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan".Seorang insan minimal sekali diharuskan untuk dapat memberikan nafkah kepada dirinya sendiri, dan juga kepada keluarganya.?Dalam Islam terdapat banyak sekali ibadah yang tidak mungkin dilakukan tanpa biaya & harta, seperti zakat, infak, shadaqah, wakaf, haji dan umrah. Sedangkan biaya/ harta tidak mungkin diperoleh tanpa proses kerja. Maka bekerja untuk memperoleh harta dalam rangka ibadah kepada Allah menjadi wajib. Kaidah fiqhiyah mengatakan : Suatu kewajiban yang tidak bisa dilakukan melainkan dengan pelaksanaan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib.Keutamaan (Fadhilah) Bekerja Dalam Islam?Orang yang ikhlas bekerja akan mendapatkan ampunan dosa dari Allah SWT. Dalam sebuah hadits diriwayatkan : Barang siapa yang sore hari duduk kelelahan lantaran pekerjaan yang telah dilakukannya, maka ia dapatkan sore hari tersebut dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT. (HR. Thabrani)?Akan diampuninya suatu dosa yang tidak dapat diampuni dengan shalat, puasa, zakat, haji & umrah. Dalam sebuah riwayat dikatakan :'Sesungguhnya diantara dosa-dosa itu, terdapat satu dosa yang tidak dapat dihapuskan dengan shalat, puasa, haji dan umrah.' Sahabat bertanya, 'Apa yang dapat menghapuskannya wahai Rasulullah?' Beliau menjawab, 'Semangat dalam mencari rizki.' (HR. Thabrani)?Mendapatkan 'Cinta Allah SWT'. Dalam sebuah riwayat digambarkan : Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang mu'min yang giat bekerja. (HR. Thabrani)?Terhindar dari azab neraka Dalam sebuah riwayat dikemukakan, "Pada suatu saat, Saad bin Muadz Al-Anshari berkisah bahwa ketika Nabi Muhammad SAW baru kembali dari Perang Tabuk, beliau melihat tangan Sa'ad yang melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman karena diterpa sengatan matahari. Rasulullah bertanya, 'Kenapa tanganmu?' Saad menjawab, 'Karena aku mengolah tanah dengan cangkul ini untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku." Kemudian Rasulullah SAW mengambil tangan Saad dan menciumnya seraya berkata, 'Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka'" (HR. Thabrani)Rumusan Bekerja Dalam Islam JAMSOS - AKHJAMSOS ? AKH yaitu Jaminan Sosial Akhirat = SURGAAllah menjanjikan kepada orang-orang yang mu'min lelaki dan perempuan, (akan mendapat) syurga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat tinggal yang bagus di syurga `Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. (QS. Attaubah, 9 : 72)Bekerja Yang Shahih = SurgaPertanyaan Besar Tentang Pekerjaan Kita?Apakah pekerjaan yang kita lakukan akan mengantarkan kita ke surga??Apa syarat ? syarat yang dapat menjadikan pekerjaan kita sebagai sarana untuk mendapatkan surga Allah SWT??Bagaimana menjadikan pekerjaan kita sebagai sarana untuk mendapatkan surga?Syarat Mendapatkan Surga Bekerja
1.Niat Ikhlas Karena Allah SWT
Artinya ketika bekerja, niatan utamanya adalah karena Allah SWT sebagai kewajiban dari Allah yang harus dilakukan oleh setiap hamba. Dan konsekwensinya adalah ia selalu memulai aktivitas pekerjaannya dengan dzikir kepada Allah. Ketika berangkat dari rumah, lisannya basah dengan doa bismillahi tawakkaltu alallah.. la haula wala quwwata illa billah.. Dan ketika pulang ke rumahpun, kalimat tahmid menggema dalam dirinya yang keluar melalui lisannya.
2. Itqan, sungguh-sungguh dan profesional dalam bekerja
Syarat kedua agar pekerjaan dijadikan sarana mendapatkan surga dari Allah SWT adalah profesional, sungguh-sungguh dan tekun dalam bekerja. Diantara bentuknya adalah, tuntas melaksanakan pekerjaan yang diamanahkan kepadanya, memiliki keahlian di bidangnya dsb. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang apabila ia bekerja, ia menyempurnakan pekerjaannya. (HR. Tabrani_
3. Bersikap Jujur & Amanah
Karena pada hakekatnya pekerjaan yang dilakukannya tersebut merupakan amanah, baik secara duniawi dari atasannya atau pemilik usaha, maupun secara duniawi dari Allah SWT yang akan dimintai pertanggung jawaban atas pekerjaan yang dilakukannya. Implementasi jujur dan amanah dalam bekerja diantaranya adalah dengan tidak mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya, tidak curang, obyektif dalam menilai, dan sebagainya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda: Seorang pebisnis yang jujur lagi dapat dipercaya, (kelak akan dikumpulkan) bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada'. (HR. Turmudzi)
4. Menjaga Etika Sebagai Seorang Muslim
Bekerja juga harus memperhatikan adab dan etika sebagai seroang muslim, seperti etika dalam berbicara, menegur, berpakaian, bergaul, makan, minum, berhadapan dengan customer, rapat, dan sebagainya. Bahkan akhlak atau etika ini merupakan ciri kesempurnaan iman seorang mu'min. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda : Sesempurna-sempurnanya keimanan seorang mu'min adalah yang paling baik akhlaknya (HR. Turmudzi)
5. Tidak Melanggar Prinsip-Prinsip Syariah
Aspek lain dalam etika bekerja dalam Islam adalah tidak boleh melanggar prinsip-prinsip syariah dalam pekerjaan yang dilakukannya. Tidak melanggar prinsip syariah ini dapat dibagi menjadi beberapa hal : Pertama dari sisi dzat atau substansi dari pekerjaannya, seperti memporduksi tidak boleh barang yang haram, menyebarluaskan kefasadan (seperti pornografi), mengandung unsur riba, maysir, gharar dsb. Kedua dari sisi penunjang yang tidak terkait langsung dengan pekerjaan, seperti risywah, membuat fitnah dalam persaingan, tidak menutup aurat, ikhtilat antara laki-laki dengan perempuan, dsb. Hai orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah dan ta`atlah kepada rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu. (QS. Muhammad, 47 : 33)
6. Menghindari Syubhat
Dalam bekerja terkadang seseorang dihadapkan dengan adanya syubhat atau sesuatu yang meragukan dan samar antara kehalalan dengan keharamannya. Seperti unsur-unsur pemberian dari pihak luar, yang terdapat indikasi adanya satu kepentingan terntentu. Atau seperti bekerja sama dengan pihak-pihak yang secara umum diketahui kedzliman atau pelanggarannya terhadap syariah. Dan syubhat semacam ini dapat berasal dari internal maupun eksternal. Oleh karena itulah, kita diminta hati-hati dalam kesyubhatan ini. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda, "Halal itu jelas dan haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara-perkara yang syubhat. Maka barang siapa yang terjerumus dalam perkara yang syubhat, maka ia terjerumus pada yang diharamkan..." (HR. Muslim)
7. Menjaga Ukhuwah Islamiyah
Aspek lain yang juga sangat penting diperhatikan adalah masalah ukhuwah islamiyah antara sesama muslim. Jangan sampai dalam bekerja atau berusaha melahirkan perpecahan di tengah-tengah kaum muslimin. Rasulullah SAW sendiri mengemukakan tentang hal yang bersifat prefentif agar tidak merusak ukhuwah Islamiyah di kalangan kaum muslimin. Beliau mengemukakan, "Dan janganlah kalian membeli barang yang sudah dibeli saudara kalian" Karena jika terjadi kontradiktif dari hadits di atas, tentu akan merenggangkan juga ukhuwah Islamiyah diantara mereka; saling curiga, su'udzon dsb.
Wallahu a'lam bisshowwab